Hmm.... Pernikahan itu ga gampang dan ga selalu menyenangkan teman-teman... Saya salah seorang ce yang takut sama pernikahan. Saat hari itu udah semakin deket, sebaiknya kita mengatur sedemikian rupa. Bukan hanya sebelum menikahhingga hari pernikahan, tetapi juga setelah pernikahan itu. Karena setelahpernikahan adalah hari-hari nyata buat kita.
Maka dari itu saya dan pasangan punya beberapa komitmen untuk membangun keluarga yang bahagia.
Siapa bendaharanya?
Yang penting adalah transparansi antara Anda dan pasangan. Kedua belah pihak sama-sama tahu penghasilan masing-masing, dan yang terpenting, bagaimana memaksimalkan dan mengatur uang tersebut.
Pasangan saya memilih saya untuk memegang uang untuk keluarga. Tapi apakah suami harus menyerahkan semua gajinya? Tidak! Kita sepakat untuk membagi dua penghasilan kita masing-masing. Masing-masing mempunyai uang bersama dan uang pribadi. Tidak penting berapa jumlah uangnya. Untuk saat ini perbandingannya, 70% untuk uang bersama banding 30% untuk uang pribadi. Uang bersama merupakan tabungan untuk keperluan sehari-hari. Sedangkan uang pribadi untuk kebutuhan masing-masing saja. Contohnya untuk hobi kita. Karena saya dan calon suami sangat jauh berbeda dalam hal hobi. :D Naaahh...masih ada yang perlu di perhitungkan temen-temen... Menghitung anggaran keluarga perbulan. Dan yang ga kalah pentingnya juga, buat para bendahara keluarga untuk membuat laporan tentunya. huehehehhe... Jadi, harus pintar-pintar mengatur supaya satu sama lain tidak begitu tergantung. Sangat perlu bikin anggaran keuangan bulanan yang jelas, mulai dari biaya listrik, telepon, air, makan, pendidikan anak, kesehatan, rekreasi, tabungan, dan hal lain yang tak terduga.
Tinggal di mana?
Tak jarang, lantaran belum punya tempat tinggal sendiri, pasangan suami-istri masih tinggal di rumah orangtua atau mertua. Selain itu, dalam kultur masyarakat Indonesia, kadang orangtua tak ingin anaknya meninggalkan rumah. Jadi, lebih enak tinggal di rumah sendiri atau mertua? Idealnya dalam satu rumah ada satu keluarga dengan satu kepala keluarga. Jika satu rumah ada lebih dari satu kepala keluarga, sudah tidak sehat. Jika tinggal di rumah sendiri, Anda dan pasangan punya kemandirian untuk mengatur rumah tangga, mulai dari mengatur keuangan, tata letak rumah, hingga kondisi rumah. Anda juga memiliki kebebasan secara individual.
Hmmm....Saya dan calon suami juga masih bingung akan hal ini. Kita belum punya rumah sendiri dan pasangan saya bekerja di luar pulau Jawa. Namun dari hasil diskusi kami, solusi yang akan kami tempuh adalah sebagai berikut:
- Kalo suami saya nanti tinggal di Bandung dulu untuk beberapa waktu. Misal 3 bulan. Saya dan suami akan mengontrak rumah. Pencarian rumah kontrakan akan di lakukan 2bulan sebelum pernikahan hingga mendapatkan rumah kontrakan yang benar-benar cocok untuk kami berdua. Selagi mengumpulkan uang untuk membeli rumah sendiri. Saya akan tetap tinggal di Bandung dengan usaha yang sudah saya rintis, sedangkan suami kembali bekerja, mungkin di luar pulau Jawa ato dimanapun.
- kalo ternyata suami tidak bisa tinggal di bandung untuk beberapa waktu. Saya akan ikut suami untuk beberapa waktu kedepan. Misal, 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan kedepan. Setelah itu saat pulang ke Bandung saya akan tinggal di Ibu mertua sampei dapet rumah kontrakan yang benar-benar cocok buat kita berdua.
Punya anak atau tidak?
Hal ini mesti dibahas sebelum menikah. Jangan sampai setelah menikah Anda ingin punya anak, sedangkan pasangan Anda tidak.
Saya dan pasangan sudah sepakat untuk tidak menunda anak. Dengan segala pertimbangan pribadi kita masing-masing tentunya. Karena itu kita berdua akan melakukan tes kesehatan pranikah. Dan mempertimbangkan beberapa asurasi pendidikan anak ato mulai membuat deposito berjangka.
Istri bekerja atau jadi ibu rumah tangga?
Sebenarnya hal ini mempengaruhi kondisi ekonomi setiap kaluarga. Tapi jangan lupakan cita-cita masing-masing yah teman-teman... Misalkan untuk para ce kebanyakan ingin tetap berkarier setelah menikah, tetapi calon suami tidak mengijinkan. Ato sebaliknya, calon istri pengen jadi ibu rumah tangga hanya kondisi ekonomi keluarga tidak memungkinkan. Perlu mencari kesepakatan bersama dan tentunya menitikberatkan pada solusi keluarga. Bukan Kamu ato Saya, tapi kepentingan Kita. Makanya kenapa hal ini mesti di bahas sebelum menikah!
Saya sendiri punya cita-cita pengen punya butik.
Temen-temen pernikahan bukan hal yang harus di takuti. Tapi perlu persiapan yang sangat matang untuk menjalaninya. Aturan ato komitmen yang kita buat juga bukan hal yg kaku dan jadi sangat mengikat pada nantinya. Tapi merupakan pedoman untuk kelangsungan keluarga kita nantinya. Meskipun prakteknya nanti ga semudah yang dibayangkan, setidaknya kita sudah punya jalur yang benar, teori matang yang sudah kita siapkan dengan pasangan. Mudah2an pengalaman saya jadi pelajaran buat kita semua yaaah...